Senin, 18 Mei 2024
Senin, 18 Mei 2024
Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi isu hangat yang terus diperbincangkan dalam beberapa hari ini. Hal ini memicu berbagai respon, mulai dari keresahan mahasiswa hingga aksi demonstrasi.
Terbitnya Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 menciptakan polemik bagi masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa. Pasalnya, regulasi tersebut mengakibatkan nilai Biaya Kuliah Tunggal (BKT), Uang Kuliah Tunggal (UKT), dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) naik fantastis sehingga membebani sekaligus mempersulit mahasiswa untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi.
Uang Kuliah Tunggal (UKT) tengah menjadi perbincangan hangat. Kenaikan ukt ini mengundang gelombang protes dari mahasiswa maupun orang tua. Gelombang protes itu terjadi di Universitas Riau (UNRI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sumatera Utara (USU), hingga Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Melonjaknya biaya UKT di sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) direaksi keras oleh mahasiswa. Mereka menganggap kenaikan UKT hingga 300-500% itu tidak didasari dengan pertimbangan kemampuan lapisan masyarakat.
Biaya kuliah makin ugal-ugalan tentu jadi pertanyaan, bagaimana dengan mereka yang tidak mampu memenuhi biaya itu?
Visi Indonesia Emas 2045 membuka peluang mencapai kemajuan di berbagai bidang. Namun, tantangannya juga tidak mudah, termasuk di sektor pendidikan. Memacu pendidikan berkualitas sangat diperlukan untuk membangun sumber daya manusia unggul dan berdaya saing.
Sasaran utama Indonesia Emas yaitu daya saing SDM, kemiskinan menuju nol persen dan pendapatan per kapita Indonesia setara negara maju, hanya bisa diraih jika sebagian besar anak Indonesia mengenyam pendidikan tinggi yang tuntas dan berkualitas.
"Polemik kenaikan UKT bisa menjadi beban tambahan bagi mahasiswa dari latar belakang ekonomi rendah, memperkuat kesenjangan akses pendidikan. Hal ini, akan sangat bersebrangan dengan visi Indonesia Emas. Kita harus memiliki jalan pikiran bahwa semakin banyak anak-anak dari keluarga kurang mampu berkuliah, maka di masa depan akan semakin banyak keluarga sejahtera di Indonesia. Anak-anak yang berkuliah ini punya potensi membawa kesejahteraan secara jangka panjang kepada keluarganya masing-masing. Pemerintah harus memikirkan kembali kebijakan yang lebih proporsional dan berkeadilan untuk semua", ujar Achmad Fauzan selaku Wasekum Bidang Kastrat IKAMI SULSEL Cabang Surabaya 2023/2024.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku kaget saat melihat data terkait rasio penduduk berpendidikan tinggi di Indonesia rendah sekali.
"Melihat data rasio penduduk berpendidikan tinggi di Indonesia seperti yang disampaikan Pak Presiden beberapa bulan yang lalu, tentu aneh dan tak elok rasanya menyebutkan bahwa pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier. Jika pendidikan terus saja dikesampingkan urgensinya, di tahun 2045? kita tidak sedang menuju Indonesia Emas, kita mempersiapkan diri untuk merayakan 1 abad ketertinggalan kita dengan kemajuan bangsa lain.", tambah Muhammad Arjun selaku Ketua Umum IKAMI SULSEL Cabang Surabaya 2023/2024.
KOMENTAR / UMPAN BALIK